Diari Lima Sekawan (1) : Ocamanowola Hadaita Q-dha

by Fitria Budi Ananda on 12:45 AM comments (1)

Sudah lama ini, Mongi, (baca; Monji) Tabarada, Kitty, (baca; Kitti) dan Quite (baca; Quaite) tinggal bersama di sebuah panti asuhan. Mongi sudah sejak bayi ditinggalkan ibu dan bapaknya di depan pintu panti asuhan itu. Pagi itu ibu panti mendengar suara tangis bayi. Ketika ia membuka pintu panti, didapatinya bayi mungil nan cantik yang ditinggalkan orangtuanya begitu saja. setelah berunding dengan pengasuh yang lain, akhirnya mereka semua sepakat memberi nama bayi tersebut Mongi.

Sedangkan dua bersaudara Tabarada dan Kitty dititipkan di panti asuhan tersebut lalu kedua orangtuanya pergi entah kemana. Saat itu umur keduanya belumlah genap lima tahun.

Berbeda lagi dengan Quite awalnya dititipkan untuk sementara waktu di panti asuhan itu oleh ibu-bapaknya ketika ia baru memasuki kelas dua SD. Hal itu dilakukan orangtuanya karena bapaknya baru saja di-PHK dari pekerjaannya. Sehingga mereka tidak memiliki uang untuk merawat Quite. Tetapi mereka berjanji akan datang kembali untuk mengambil Quite setelah mereka mempunyai pekerjaan. Tapi, janji itu belum juga ditepati hingga Quite sudah duduk di kelas satu SMP.

Saat mereka semua akan naik ke kelas dua SMP, ada pengumuman dari pengurus panti. Bahwa, akan diseleksi siapa saja yang akan dikirim ke asrama Ocamanowola Hadaita Q-dha, (baca; Osamanowla Hadaeta Qid-ha) sebuah sekolah berkelas yang berada jauh di luar provinsi mereka sekarang. Keempat anggota Empat Serangkai itu berdoa terus-menerus, agar mereka berempatlah yang terpilih.

Dan setelah dua minggu penantian mereka yang penuh dengan doa dan doa, akhirnya hasilnya diumumkan. Ada sepuluh anak yang terpilih, dan ternyata doa mereka dikabulkan. Empat diantara sepuluh anak itu ada Mongi, Tabarada, Kitty, dan Quite. Menurut pengurus panti, mereka berempat termasuk anak yang sudah cukup ‘matang’ untuk dikirim ke Ocamanowola Hadaita Q-dha karena selain cerdas dan rajin, mereka juga anak-anak yang mandiri.

Dari Andaonag, kota tenpat panti asuhan itu berada, mereka menaiki pesawat menuju kota Muwhil. Sekitar jam 8:00 mereka berangkat dari bandara Sesternizar Hsiyn, dan sampailah mereka di bandara Jindi, Muwhil pada jam 9:00. Mereka turun dari pesawat dengan semangat dan langsung disambut oleh dua orang yang tak mereka kenal. Tetapi, sepertinya orang-orang tersebut mengenal mereka.

Empat Serangkai berangkat dari bandara menuju asrama menaiki taxi. Satu taxi, empat orang. Pas sekali! Karena mereka lebih tua dibandingkan enam anak lainnya, maka mereka tidak didampingi oleh orang dewasa. Selain karena alasan tersebut, dua orang dewasa yang menyambut mereka di bandara yang ternyata adalah guru asrama Ocamanowola Hadaita Q-dha itu sudah tidak khawatir, sebab supir taxi yang membawa mereka ke asrama adalah supir yang sudah dipercaya oleh pak kepala sekolah. Sedangkan keenam anak lainnya dibagi dalam dua taxi. Masing-masing taxi diisi oleh tiga orang anak dan seorang guru.

Begitu sampai di depan gerbang asrama yang sangat besar dan megah, mereka tertegun. Mereka memandangi gerbang itu dengan takjub dan hati yang berbunga-bungan. Mereka masih tidak percaya dengan penglihatan mereka. Mereka tidak percaya bisa sekolah sekaligus tinggal di asrama semegah itu. Suasana menjadi hening. Tidak ada satu orang pun yang mengeluarkan sepatah kata pun. Akhirnya, Mr. Saiko memulai pembicaraan, “ Ayo! Tunggu apa lagi? Mari masuk!”

Sepuluh anak panti itu tak bergeming. Akhirnya Mongi mulai dengan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Lalu ia mulai mengeluarkan kata-kata, “ Mmm... Bagaimana caranya, membuka pintu gerbang sebesar itu?”

“ Hahaha...” Mr. Alineun tertawa.

“ Kenapa,-” perkataan Mongi terputus oleh perkataan Mr. Saiko.

“ Caranya mudah saja! Masukkan kartu pelajarmu dan,-” tiba-tiba Quite memotong.

“ Tapi, dimana kartu pelajar kami?”

“Oh iya! Karena tadi saat di taxi kalian tidak bersama kami, jadi kami lupa memberikan kartunya! Ingat! Berhati-hatilah saat memasuki gerbang itu! Pintu memiliki sensor gerak! Jadi, kalau ada teman kalian yang sudah masuk duluan, maka gerbangnya akan menutup sendiri. Begitulah...” penjelasan Mr. Alineun sudah cukup dimengerti oleh seluruh murid baru itu. Dengan segera Mr. Saiko membagikan kartu pelajar kepada Mongi, Tabarada, Kitty, dan Quite.

Sepuluh anak panti yang kini menjadi murid baru di Ocamanowola Hadaita Q-dha itu secara tertib memasukkan kartunya dan melewati gerbang besar berwarna emas tersebut. Sebenarnya, mereka ngeri saat Mr. Saiko bilang dulu ada murid yang tewas di sekolah. Alasannya adalah; karena dia kalah cepat dengan gerbang saat mau nakal ikut masuk lewat gerbang yang terbuka karena dimasukkan kartu milik temannya.

***

Hari pertama dihabiskan Empat Serangkai dengan terbengong-bengong memandangi bangunan asrama yang sangat besar dan mewah. Mungkin karena mulut mereka yang sudah pegal karena terus menganga, mereka mengganti cara mereka mengagumi kemewahan gedung itu dengan mendecakkan lidah. Tidak ada kegiatan lain, sekolah belum dimulai. Jadi, apa pula yang harus mereka kerjakan selain mengagumi kemegahan asrama Ocamanowola Hadaita Q-dha.

Sore pun tiba. Mereka mengira, mereka diwajibkan untuk minum teh seperti di asrama-asrama elite lainnya. Ternyata, tidak! Seluruh murid baru hanya dipanggil ke lapangan untuk melakukan senam sore hari. Pak kepala sekolah; Mr. Ijs menyampaikan pengumuman, “ Anak-anak, ingat! Besok ada pengukuran baju seragam. Kalian semua sudah mendapatkan guru pendamping bukan?”

“ Sudah!” Suara seluruh murid baru bergema hingga sangat jauh.

“ Bagus! Besok, kalian bertemu dengan guru pendamping kalian!” Setelah Mr. Ijs memberikan isyarat untuk bubar, semuanya bubar dengan tertib.

Matahari mulai terbenam. Dari atap asrama, Empat Serangkai melihat matahari terbenam. Indah.. sekali.

***

Malamnya, Empat Serangkai sangat lelah. Peccato (baca; Pekato) ; teman sekamar Tabarada dan Quite yang baru saja naik kelas dua itu baru pulang dari perpustakaan ketika mereka berdua telah terlelap. Peccato bukanlah murid baru. Selain Peccato, teman sekamar Tabarada dan Quite adalah Kyuoti (baca; Kyuwti) dan Maine. (baca; Mein) Sama halnya seperti Peccato, Kyouti dan Maine adalah anak kelas dua. Mereka sudah tinggal di asrama tersebut sejak setahun lalu atau mereka sudah menghuni asrama itu sejak pertama kali menjadi murid SMP.

Sedangkan di kamar Mongi dan Kitty, semuanya telah terlelap terkecuali Kitty. Ia terus menatap lamat-lamat foto Ibu dan Bapaknya. Ketiga teman sekamar Mongi dan Kitty adalah Giyral, (baca; Girel) Alizai, (Alizei) dan Lice. (baca; Lis) Ketiga anak tersebut sudah menjadi murid sejak kelas satu dan setara dengan Mongi dan Kitty, mereka sekarang kelas dua juga.

Malam semakin larut. Dentuman keras terdengar di seluruh penjuru asrama. Jarum jam The Big Oca sudah menandakan jam dua belas tepat. Tapi, Kitty belum juga bisa tidur. Namun, ia sudah tidak lagi menatap foto Ibu-Bapaknya. Ia hanya menatap kosong ke langit-langit kamar.

‘ Tap tap tap tap tap..’ suara langkah kaki seseorang terdengar. ‘ Tap tap tap tap..’ suara tersebut berhenti. Sepertinya, pintu kamar mulai terbuka secara perlahan-lahan. Kitty membalikkan tubuhnya ke arah kanan. ‘ ...’ pintu terbuka tanpa suara. Siapa itu? Tanya Kitty dalam hati. ‘ srr..’ suara pintu tertutup amat pelan dan lembut.

Kitty berusaha untuk tidur. Ia memejamkan matanya –pura-pura tidur-. Akhirnya, karena kelelahan. Kitty terlelap dengan sendirinya.

***

Paginya, Kitty amat susah dibangunkan. Mongi tanpa henti menggoyang-goyang tubuh Kitty. Lice entah kemana. Dari arah kamar mandi, Lice datang sambil membawa gayung. ‘ Byurr!!!’ Ranjang Kitty basah-kuyup. Kitty yang kaget sekaligus kedinginan spontan langsung mengangkat badannya.

“ Ih! Lice! Kau tahu? Siapa yang harus menjemur ranjangku? Ya, tentu kau ta,-”perkataan Kitty terpotong.

“ Ya! Aku sangat tahu! Kaulah yang harus menjemurnya. Karena, itu ranjangmu. Dan, kare,-” Lice yang memotong perkataan Kitty langsung dipotong lagi perkataannya oleh Kitty, “ Tentu tidak! Kau yang harus menjemurnya! Karena kau yang berulah!” Lice langsung menjawab ucapan Kitty, “ Kau salah besar! Kaulah yang harus menjemurnya karena kau tidak mau bangun! Jadi, kaulah yang berulah! Sebagai anak baru, kau jangan sok tahu ya! Peraturannya, bila tak mau bangun juga, maka harus dibanjur!” Mendengar perkataan Lice, Kitty langsung terdiam.

“ Lice! Kau tidak boleh berkata begitu! Bagaimana pun, dia murid baru. Ingat kata Mrs. Nysa, selama sepekan penuh, kitalah yang harus melakukan seluruh kewajiban mereka.” ucapan Giyral membuat Kitty kembali tersenyum.

“ Tapi, setidaknya kita mengerjakannya bertiga. Sedangkan nanti, bila sudah sepekan berlalu, dan ia bangun telat lagi.. ia harus mengangkat ranjangnya, sendirian. Menuju Warm Field alias, lapangan khusus untuk menjemur pakaian dan juga ranjang yang basah. Aku yakin, pasti banyak murid baru yang telat bangun. Mongi, kau mungkin satu dari seratus murid baru yang tidak telat bangun. Aku salut padamu!” ucapan Alizai membuat pipi Mongi merona. Giyral, Alizai, dan Lice bergegas pergi menuju Warm Field. Benar saja, banyak murid kelas dua yang baru saja menyimpan kasur yang sudah basah. Ya, apa lagi kalau bukan karena weker hidup yang di lengkapi dengan gayung yang terisi penuh air?

Sepulang dari Warm Field, Giyral dan kedua temannya menuntun Mongi dan Kitty mencari guru pendamping dari Mongi dan Kitty. Yang menjadi guru pendamping dari Mongi dan Kitty ialah Mrs. Nysa. Beruntung sekali mereka mendampatkan guru pendamping seperti Mrs. Nysa. Sebab, Mrs. Nysa adalah guru yang sangat baik dan penyayang. Hampir tak pernah marah dan sangat cantik.

Mereka berlima berjalan menuju lab Matematika. Benar saja, di sana sudah ada Mrs. Nysa yang sudah agak lama menunggu kedatangan kelima murid yang dua diantaranya adalah murid baru. Mrs. Nysa terlihat membawa beberapa tumpukan baju. Beliau pun mengajak Mongi dan Kitty ke ruang ganti kamar 109.

Mongi dan Kitty selesai mengukur baju. Baju-baju yang sudah pas disimpan dilemari ruang ganti. Mongi pas dengan huruf S alias small. Sementara Kitty pas dengan huruf XXL atau xtra-xtra large, sama seperti Lice.

“ Kepada seluruh murid baru, harap berkumpul di aula. Akan dibagikan buku pelajaran. Dan berbarislah sesuai kelas.” Mr. Ijs memberikan pengumuman.

“ Mari Mongi, Kitty. Kita ke aula.” ajak Mrs. Nysa. Mereka pun berjalan menuju aula.

Sesampainya di aula, buku pelajaran dibagikan secara estafet. Yah, tinggal menunggu waktu untuk mulai pembelajaran. Mereka harus bersabar.

***

Mimpi Aneh (1)

by Fitria Budi Ananda on 5:51 PM comments (1)

Walau pun aku masih SD, namun aku sudah mandiri dan menjalani kehidupanku di dalam kost sederhana. Ada yang bilang, dulunya kost ini putra dan putri dicampur. Tapi aku nggak percaya itu.

Suatu ketika, aku mau memasak karena aku sangat lapar. Kubuka pintu kulkas. Sebenarnya, itu adalah kulkas untuk semua penghuni kost. Namun, aku yang paling rajin memasak.

Aku melihat sebuah tangga. Aku penasaran ada apa di sana. Secara tiba-tiba, ada seorang anak laki-laki menuruni tangga tersebut. Tapi, sepertinya aku mengenalnya... Yap! Memang aku mengenalnya. Ia adalah teman sekelasku; Rifqi.

Rifqi berkata, " Ada sebuah misi besar. Misi ini diamanahkan kepadaku. Apakah kau mau ikut?"

Spontan ku jawab, " Misi apa sih?"

" Misi menjaga tuan putri. Kita harus jadi pengawal istana."

" Apa? Pengawal istana? Mustahil. Tugas kayak gituan sih, untuk cowok!" Aku terkejut mendengar jawabannya dan langsung mengeluarkan pendapatku.

" Tapi kan, kamu tomboi..."

" Oke, aku ikut."

Aku langsung mengganti pakaian menjadi pakaian "pendekar". Kami pergi ke sana dengan menunggangi kuda.

Sampai di istana, kami langsung disambut. Tugas kami hanya mengawal tuan putri. Anehnya, mukaku sangat mirip dengan tuan putri. Dan tinggiku juga sama. Aneh... Malahan, ada pengawal istana yang bilang, " Tuan putri, kenapa anda menggunakan pakaian 'pendekar'?" Mendengar perkataannya, aku langsung lari.

Aku pun terbangun.

Mimpi yang Mengejutkan (2)

by Fitria Budi Ananda on 7:47 AM comments (1)

Ini yang kedua:

Tokoh:

  1. Aku aja...
Mimpi ini mungkin terlalu singkat.

Aku berjalan di atas bata yang berjejer. Tiba-tiba, aku keluar dari jalur.

Lalu aku terbangun karena kaget.

Mimpi yang Mengejutkan (1)

by Fitria Budi Ananda on 6:42 AM comments (2)

Agak aneh didengar memang... Tapi mimpiku ini memang membuatku terkejut dan langsung terbangun...

Sudah dua kali aku mengalaminya.

Ini dia yang pertama:

Tokoh:

  1. Professor "Entah Siapa" yang penting dia orang bule.
  2. Anaknya Professor "Entah Siapa" dia rambutnya pirang.
  3. Rifqi teman sekelasku.
  4. Kak Taufik tentunya kakakku.
  5. Dan pastinya "Aku" Fitria B. Ananda.
Professer "ES" (Entah Siapa) diamanahi oleh negara sebuah uang dolar legendaris. Baru lah sepekan uang itu berada di tangan Professor "ES", uang itu telah hilang. Setelah diselidiki, ternyata pencuri uang tersebut adalah anaknya sendiri.

Sebuah kejadian aneh terjadi. Saat aku membuka laptop-ku di pojok kanan atasnya ada tulisan "A chip was detected". Tepat di samping kirinya ada tulisan "Go to this data". Ku klik tulisan tersebut. Ada sebuah peta. Sepertinya, itu adalah peta kota ini. Di antara jalan, ada sebuah titik merah bergerak-gerak.

Akhirnya, dengan kemampuannya, Rifqi memindahkan data tersebut ke arlojiku. Kami pergi menuju titik merah yang bergerak-gerak itu menggunakan seekor kuda per orang.

Sampai ke tempat di mana titik itu tak bergerak lagi. Kami memandangi sekeliling dengan waspada. Akhirnya, Kak Taufik menemukan anak pembawa uang dolar legendaris tersebut.

Prodessor "ES" memaksa anaknya yang sempat kudengar samar-samar bernama Cindy. Namun, Cindy tak mau. perebutan itu berakhir dengan robeknya uang dolar tersebut.

Tak lama kemudian, tanah yang diinjaknya retak dan runtuh. Ada sebuah laba-laba besar siap mengkoyak-koyaknya. Serentak aku dan Rifqi mengulurkan tangan dan menahan tubuhnya yang cukup ringan. Ketika kaki Cindy hampir saja masuk ke dalam mulut laba-laba tersebut, ada lumpur yang sangat mirip lumpur "LAPINDO."

Tiba-tiba aku terbangun karena kaget.